Pertanyaan:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ustadz, ana adalah seorang ikhwan yang masih belajar ilmu syar’i yang – Alhamdulillah – ana tuntut dari ustadz salafi. Ana pernah berdiskusi dengan orang yang berpikiran sekuler yang menyatakan bahwa menurut tinjauan politik ( karena dia kuliah di fakultas politik universitas negeri terkenal di Yogyakarta ), mushaf Al-qur’an yang telah ada di tangan kaum muslimin sekarang ini adalah mushaf Ustmani. Dia menyatakan bahwa pada masa pemerintahan sahabat Ustman r.a ada pergolakan politik antara Ustman r.a. dengan Ali bin Abi Thalib r.a. Karena pergolakan politik inilah, Ustman yang merupakan khalifah pertama yang membukukan al – qur’an tidak mau mengambil hafalan al – qur’an dari para sahabat pendukung Ali r.a. Ana jadi kasihan sama dia karena dia terpengaruh pemikiran sekuler. Tolong ustadz memberikan penjelasan tentang hal ini ! dan bagaimana saya memberikan nasehat padanya tentang hal ini ? Atas perhatian dan jawaban ustadz, saya ucapkan jazakallah khairan. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jawaban Ustadz:
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat dan setiap orang yang meniti jalannya hingga hari kiamat, amiin.
Langsung saja, ucapan orang tersebut membuktikan bahwa ia tidak paham/tidak pernah membaca sejarah umat islam. Sebab khalifah pertama yang membukukan/mengumpulkan Al Quran adalah khalifah Abu bakar As Shiddiq rodhiallohu ‘anhu, dan bukan khalifah Utsman bin Affan rodhiallohu ‘anhu. Yang dilakukan oleh sahabat Utsman bin Affan adalah menyatukan bacaan Al Quran dengan menggunakan logat bahasa orang-orang Quraisy, tak lebih dan tak kurang dari itu. Adapun pembukuan Al Quran pertama dilakukan pada zaman Abu Bakar, akan tetapi kala itu tidak disatukan dengan satu logat. Karena perlu diketahui bahwa Al Quran diturunkan oleh Alloh dalam tujuh logat bahasa Arab, dan dahulu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam membenarkan/membolehkan seluruh bacaan Al Quran tersebut, dengan berbagai perbedaan logat bahasa. Akan tetapi karena perbedaan logat bahasa ini menimbulkan perselisihan di tengah-tengah umat Islam, yaitu pada masa Utsman bin Affan, maka beliau memerintahkan agar seluruh umat islam membaca Al Quran dengan satu logat, yaitu logat orang-orang Quraisy dan pembukuannya pun disesuaikan dengan logat tersebut. Inilah ringkas cerita yang terjadi pada masa khalifah Utsman bin Affan. Bukan seperti yang dikatakan oleh orang tersebut.
Sebab kedua, tidak pernah ada di zaman khalifah Utsman bin Affan rodhiallohu ‘anhu terjadi pergolakan politik antara Khalifah Utsman bin Affan rodhiallohu ‘anhu dengan sahabat Ali bin Abi Thalib rodhiallohu ‘anhu. Bahkan sahabat Ali bin Abi Thalib rodhiallohu ‘anhu adalah salah seorang kepercayaan Khalifah Utsman bin Affan rodhiallohu ‘anhu. Sehingga ini adalah salah satu bukti besar bahwa orang tersebut over acting, mentang-mentang belajar ilmu politik, kemudian dengan sembarangan berkomentar tentang Islam dan sejarah Islam. Dan menganalisa berbagai kejadian sejarah islam berdasarkan kaidah-kaidah ilmu politik yang ia pelajari, walaupun kaidah-kaidah tersebut menyelisihi prinsip-prinsip agama islam.
Umat Islam apalagi para sahabat tidaklah jahat semacam para politikus yang ia kenal. Umat Islam, apalagi para sahabat memiliki hati nurani yang bersih dan jujur lagi obyektif dalam menyikapi setiap masalah. Dan sikap mereka senantiasa mencerminkan bahwa mereka berjiwa luhur dan penuh iman kepada Alloh dan hari pembalasan. Mereka tidak mengenal penghalalan segala macam cara untuk mencapai tujuan, apalagi sampai memanipulasi atau menolak kebenaran karena hanya faktor kepentingan pribadi atau golongan. Kejiwaan para sahabat jauh dan terlalu luhur bila dibanding dengan beraneka ragam manusia yang hidup di zaman ini, apalagi para politikus yang kebanyakannya berhati kejam, tidak kenal kemanusiaan dalam mencapai tujuannya.
Dengan pendek kata, ucapan orang itu merupakan tuduhan dan celaan terhadap sebagian sahabat, yaitu sahabat Khalifah Utsman bin Affan rodhiallohu ‘anhu, tuduhan ia telah mementingkan kepentingan pribadi daripada Al Quran dan umat Islam seluruhnya. Ini adalah tuduhan hina nan keji, tidak layak keluar dari seorang yang beriman kepada Alloh dan hari Akhir. Alloh berfirman:
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
“Muhammad itu adalah utusan Alloh, dan orang-orang yang bersama dengannya adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka: Kamu melihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Alloh dan keridhoan Nya. Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus diatas pokoknya, tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Alloh dengan mereka hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir.” (QS. Al Fath: 29)
Oleh karena itu Imam Malik bin Anas berdalilkan dengan ayat ini bahwa orang-orang rafidhah (syi’ah) adalah kafir, karena mereka telah membenci para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal Alloh telah menyatakan orang-orang kafirlah yang membenci para sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Semoga jawaban pendek ini cukup memberikan gambaran betapa sesatnya ucapan orang tersebut, wallohu a’alam bisshawab. Wassalamu ‘alaikum warahmatullah.
***
Penanya: Rizki Mula
Dijawab Oleh: Ustadz Muhammad Arifin Badri
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/10-pembukuan-al-quran.html